PAK HABIBIE & PACEKLIK NALAR
PAK HABIBIE & PACEKLIK NALAR
Bulan ini bisa dibilang bulan duka bagi Kita semua, bagaimana tidak--kita telah kehilangan sosok yang nyaris sempurna dalam hidupnya. Pak Habibie telah betul-betul meninggalkan kita untuk selama-lamanya, moga-moga beliau khusnul khotimah. Beliau lebih dikenal sebagai teknokrat murni ketimbang politisi, kalaupun disebut politisi juga bisa karena beliau pernah menjabat sebagai presiden meskipun hanya 18 bulan. Bisa dibilang beliau tidak mencari jalan politik, tetapi politik lah yang mencarinya. Sepertinya beliau lebih memainkan naluri ketimbang kalkulasi politik dan hal unik ini belum tentu dimiliki oleh banyak orang.
Dalam waktu yang sesingkat itu, sungguh banyak hal yang telah dilakukan oleh beliau, Mengendalikan rupiah yang semula di atas 11.500 menjadi 6.500, meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dalam sebuah catatan Made Supriatma disebutkan bahwa Habibie merupakah peletak dasar-dasar demokrasi yang di dalamnya tumbuh kebebasan pers, pembebasan tahanan politik, reformasi di tubuh militer dan polri, dan pemberian otonomi daerah. Bahkan di zaman itu beliau memberikan hak untuk menentukan pendapat kepada penduduk Timor-Timur, dan hasilnya kita tau bahwa akhirnya masyarakat menghendaki merdeka dari Indonesia--sesungguhnya hal ini merupakan pelajaran yang begitu demokratis, meskipun banyak orang menganggap sebagai kesalahan besar. Made juga menambahkan, seandainya saat itu pak Suharto mengangkat Wiranto sebagai Wapres, atau Prabowo, dan Amin Rais--kemudian menggantikan pak Harto sebagai presiden, sejarah Indonesia mungkin menjadi sangat lain.
Sesaat setelah itu, pada Oktober 1999 MPR meminta pertanggungjawaban beliau sebagai presiden. MPR menolak LPJ beliau--bahkan dalam sesi pertanggungjawaban itu beliau dihujani interupsi oleh para tuan-puan mulia dengan kata "huuuuuu", dituduh sebagai kroni orde baru. Orang-orang yang pernah berkata semacam itu saat ini masih hidup-- sejarah mencatat bahwa sesiapa sesungguhnya yang kelakuannya tidak jauh beda dengan orde baru yang fasis itu. Setalah itu beliau tidak mau dicalonkan sebagai presiden. Satu yang saya ingat, dalam sebuah lagu Iwan Fals yang berjudul Oemar Bakri disebutkan bahwa, "bikin otak orang seperti otak Habibie". Lagu ini menggambarkan sebuah kondisi dimana contoh ideal untuk sekelas manusia Indonesia yang mendunia.
Nasib Pak Habibie kurang lebih sama dengan Gus Dur ketika laporannya juga ditolak oleh tuan-puan mulia MPR. Keduanya legowo, ikhlas tidak ada dendam. Meskipun pendukungnya banyak yang marah masih bisa dikendalikan, beliau tetap sebagai orang terhormat, bahkan kehormatannya dikenang hingga yang bersangkutan meninggal dunia. Sialnya tidak banyak orang yang berperilaku seperti dua tokoh besar ini. Bahkan saat ini yang mulia tuan-puan DPR kembali berulah ketika proses rekrutmen Pimpinan KPK. Kita menjadi bertanya-tanya, kemana nalar orang-orang cerdik pandai itu, apakah saat ini memang paceklik nalar atau bahkan hilang sudah semua itu.
Semua orang tahu bahwa keberadaan lembaga anti rasuah sangat dibutuhkan, meskipun ada kekurangan di sana-sini, toh usaha yang dilakukan sudah baik. Andai saja ada jejek pendapat tentang kinerja KPK dan DPR--tentu masyarakat akan memilih KPK sebagai lembaga dengan kinerja yang bagus. Kita tidak mengatakan DPR jelek, tetapi ketika ada wacana untuk melemahkan KPK orang mana yang tak marah dan menyayangkan sikap orang tehormat itu.
Bahkan dari tuan-puan mulia muncul sumpah-serapah mulai dari KPK Anarko, Brengsek, tidak tau etika dan lain sebagainya.
Oleh karenanya, meskipun banyak masukan agar para pimpinan DPR tidak memilih calon yang bermaslah, buktinya justru suara bulat diberikan. Lantas apa bedanya antara partai yang mengaku ia islami dan membela umat, kalau begini kan sama saja. Bahkan sebelum itu mereka bersepakat untuk membuat RUU KPK yang isinya sangat melemahkan fungsi KPK, bahkan semangat untuk membuah RUU perubahan ini melampaui semangat untuk membahas RUU PKS.
Kita masih berharap pak Jokowi bisa menyelamatkan KPK melalui Perpu, sebagaimana Pak SBY mengeluarkan Perpu tentang pemilihan kepala daerah yang saat itu sudah hampir disahkan dan akhirnya batal. Suara di luar sangat lantang untuk mendukung KPK, bahkan tidak peduli ketika ada orang macam Denny Siregar yang mengatakan ada taliban di KPK, tentu suara Denny ini hanya seenak perutnya yang hendak membela koruptor. Suara-suara dukungan kepada KPK ini harus didengungkan sekeras-kerasnya agar semua orang sadar bahwa koruptor ialah musuh kita bersama, dengan begitu nalar kita akan terbuka.
Bisa jadi dalam fikiran para mafia itu agar merampok negara menjadi halal, maka Legistaltifnya harus dikuasai, sandera Presiden dan yudikatifnya hingga ia lemah tak perdaya. Kondisi ini kurang lebih sama dengan saat ini. Andai saja pemilihan pimpinan KPK dilakukan melalaui jejak pendapat rakyat, dan presiden hanya mengetahui dan mengesahkan, tentu hasilnya tidak seperti ini. Tidak tersandra mafia koruptor. Tapi itu memang butuh waktu yang masih panjang. Kita berharap suatu saat lahir Habibie, Gus Dur baru yang membawa pencerahan untuk bangsa. Mereka yang sedang berjuang untuk menegakkan kebenaran tidak akan gentar menghadapi gertak sambal macam itu, meskipun kehilangan kursi akan tetap terhormat.
Satu hal yang harus dijadikan renungan--bahwa segala sesuatu pasti ada kesudahannya, ada deadline, ajulun musamma, endingnya--sebagaimana kehidupan. Hal ini berlaku kepada siapa saja yang menggenggam kekuasaan secara dzalim dan korup--bahwa mereka akan jatuh suatu saat. Meskipun kekuasaan itu dipegang erat-erat, suatu saat ia akan ditenggelamkan oleh kekuasaan--sebagaimanan kisah Fir'aun ataupum Qorun. Sayangnya, banyak orang lebih cinta kursi ketimbang kehormatan, mereka punya akal--tetapi tak digunakan untuk berfikir dan menalar.
[ penulis_Agus Supatma | pemudamu.com ]
PAK HABIBIE & PACEKLIK NALAR
Reviewed by pdpm
on
September 15, 2019
Rating:
Tidak ada komentar