Awalnya Investasi Ujungnya Kolonialisasi
Akhir-akhir ini jagad berita digemparkan oleh statemen pejabat negara yang memberi makna sama antara TENAGA KERJA INDONESIA ( TKI ) dengan TKA asal Cina yang bekerja di Indonesia. Statemen tersebut dilengkapi beberapa ilustrasi sebagai instrumen pembenaran terhadap kebijakan rezim yang tetap bersikukuh membuka pintu selebar-lebarnya atas TKA dari RRT/CINA yang merupakan cikal bakal mewabahnya Virus Covid -19 di berbagai belahan dunia.
.
Petinggi negara tersebut memberi contoh bahwa RRT menguasai surat utang Amerika, yang nilainya kurang lebih US$ 1.15 Trilyun, apakan dengan sendirinya RRT atau Cina akan mencaplok Amerika? Sebuah pertanyaan yang selayaknya ditujukan pada murid TK, karena surat utang Amerika Serikat tidak berisi perjanjian investasi sebagaimana yang terjadi antara RRT/ Cina dengan Pemerintah Indonesia. Surat utang. Amerika Serikat kepada RRT/Cina hanya sebagai surat utang biasa. Sedangkan surat utang Indonesia ke RRT/CINA membawa agenda Belt and Road Initiative (BRI) RRT/CINA..
Lebih lanjut pejabat tinggi negara tersebut mengatakan bahwa ketika Arab berinvestasi di CINA 870 Triliyun, apakah pemerintah Arab akan mencaplok atau menjanjah RRT/Cina. Lagi-lagi muncul pertanyaan TK, bukankah Arab berinvestasi di RRT/CINA tidak membawa kepentingan ideologi dan politik, pure atau semata-mata bisnis.
Sangat berbeda dengan investasi RRT/CINA di Indonesia yang sarat dengan kepentingan ideologi dan politik. Jejak historisnya CINA punya ambisi untuk menguasai Indonesia, baik secara politik maupun ekonomi. Apalagi diinspirasi oleh fakta, yang mana penduduk Indonesia yang berasal dari etnis Cina, bisa dengan mudah, menguasai ekonomi, bisnis, keuangan dan kekayaan alam Indonesia, termasuk MEDIA sebagai alat propaganda yang sangat strategis.
Pertanyaan berikutnya dari Petinggi Negara yang sama, apakah Amerika Serikat berinvestasi 122 Triliyun ke Singapore, juga akan mencaplok Singapore. Sebuah pertanyaan yang sontoloyo, yang jawabannya tentunya sama dengan investasi Arab ke RRT/CINA.
Kemudian persoalan 252.000 orang Tenaga Kerja Indonesis ( TKI ), yang bekerja di Taiwan, apakah Indonesia akan menjajah Taiwan? Dari pertanyaan ini, seakan penanya tidak melihat fakta, bahwa TKA asal CINA ada intervensi negara. Sedangkan TKI yang bekerja diberbagai negara asing, semua merupakan inisiatif pribadi TKI, yang ingin merubah nasib, mencari nafkah di negeri orang. Sangat berbeda dengan TKA CINA ke Indonesia merupakan prasyarat persetujuan perjanjian investasi antara RRT/CINA dan Indonesia.
RRT/CINA bersedia berinvestasi di Indonesia dengan persyaratan berat, yaitu perusahaan yang akan didirikan di Indonesia wajib menggunakan material, teknologi dan tenaga kerja dari CINA. Tenaga lokal, hanya sekedar pemanis perjanjian investasi, karena ada yang mensyaratkan harus menggunakan bahasa mandarin.
Bahwa jumlah TKI yang bekerja di CINA 81.000, di Hongkong 153.000, di Macau 16.000, apakah rakyat CINA, Hongkong dan Macau merasa akan di jajah oleh Indonesia. Muncul lagi pertanyaan murid TK. Karena antara TKI Indonesia di luar negeri dengan TKA CINA di Indonesia posisinya sangat berbeda. TKI Indonesia mayoritas bekerja di sektor informal sementara TKA CINA di Indonesia bekerja di proyek strategis milik CINA di Indonesia yang berhaluan komunis. Dan tidak menutup kemungkinan akan berkolaborasi dengan penduduk yang ber-etnis CINA yang telah menguasai seluruh lini kehidupan di Indonesia.
Pejabat Tinggi Negara tersebut lebih lanjut mengatakan, TKA yang bekerja di Indonesia sebanyak 74.183 orang, yang berasal dari CINA sebanyak 21.271 disusul Jepang dan lain-lain. Angka sebesar itu saja sebagian dari kita sudah terkencing-kencing merasa dijajah oleh CINA. Pada hal jumlah riel yang tidak dipublish ( Tarmizi Yusuf ) sudah lebih dari 2 juta TKA asal CINA yang masuk Indonesia.
Ada pertanyaan yang sangat dungu ( istilah ROCKY GERUNG) yang dijawab sendiri oleh penanya, mengapa rakyat di tempat TKI bekerja tersebut bisa bernalar dengan benar, karena mereka bisa membedakan antara bisnis dengan kedaulatan negara". Pejabat tersebut harus melihat fakta, bahwa kehadiran TKI di negara mereka tidak mengganggu kedaulatan negaranya . Sedangkan TKA CINA membahayakan kedaulatan negara. Terbukti sering memalsukan dokumen atau KTP, menyelundupkan senjata api dan narkoba, dll.
Di samping itu, kehadiran TKA asal CINA merupakan program REZIM komunis Cina yang ditumpangkan dalam perjanjian investasi antara Indonesia dan CINA. Jikalau kehadiran TKA CINA ini tidak dikendalikan, maka akan merubah peta demografi Indonesia, yang akan mengancam stabilitas dan kedaulatan negara Indonesia. Karena jumlah penduduk Indonesia yang beretnis CINA telah mengalami trend kenaikan yang luar biasa. Berbeda dengan peta demografi di mana para TKI bekerja. Andaikata ada etnis melayu Indonesia di negara tempat para TKI bekerja, jumlahnya bisa dihitung dengan jari kelingking dan secara ekonomis tidak mempengaruhi tensi politik.
Inilah potret kehidupan sosial politik Indonesia yang sangat rentan, laksana hamparan rumput kering yang mudah terbakar bilamana ada pemicunya. Inilah yang seharusnya menjadi bahan perenungan para penyelenggara negara untuk mengambil kebijakan yang pro rakyat, bukan kebijakan yang pro pemilik modal hasil tipu-tipu dan suap, yang sering merampas dan mencampakkan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.Mulai dari pemberian HGU, HPH,HGB,HM, TAMBANG, termasuk Pulau Reklamasi, pendirian Bank Umum, REAL ESTATE / PROYEK MEIKARTA, dan lain-lain.
INTINYA, perekonomian Indonesia saat ini mulai dari hulu sampai hilir, mulai dari ibu kota negara sampai ke propinsi, kabupaten, kota, dan kecamatan, sudah berada di genggaman mereka.
Siapa yang harus bertanggungjawab, tentunya para pejabat di negeri ini, yang sebagian besar mentalnya seperti krupuk. Setelah rekeningnya digendutkan, atau setelah menerima berbagai upeti dalam bentuk lain, yg sulit dideteksi, kecuali oleh para malaikat, mereka rela negerinya dijarah, dan dipanggil dengan sebutan kacungpun diam.
Para penyelenggara negara dan penegak hukum yang seharusnya mengabdi kepada negara dan bangsa, ternyata banyak atau tidak sedikit yang mengabdi kepada konglotaipan, baik di pusat maupun di daerah. Ingat skandal BLBI yang mengguncang negeri ini, larinya para obligor, duet Jaksa Urip Tri Gunawan dan Ayien yang mengguncang para petinggi Gedung Bundar /Kejaksaan Agung, dan sidak fenomenal Wamenkum Deny Indrayana di LP Pondok Bambu, siapa yang dinobatkan oleh media sebagai ratunya LP Pondok Bambu, dialah si AYIEN.
Itu baru beberapa skandal suap dan korupsi yang nilainya trilyunan. Belum peristiwa Cicak Buaya jilid 1, jilid 2, Pulau Reklamasi, impor daging sapi, E-KTP, Harun Masiku, tersiramnya air keras Novel Baswedan , buku merah KPK, Jiwa Sraya, Kartu Prakerja, dan lain-lain yang sudah tak terhitung lagi.
Menyikapi pengelolaan negara yang seperti ini, para tokoh, pakar, pengamat, mantan menteri, telah menyalakan lampu merah, bahwa ada segelintir orang Indonesia, sekitar 1%, telah menguasai sekitar 70 % kekayaan Indonesia. Sementara warga pribumi sebagian besar hanya sebagai kuli atau buruh kasar, yang hanya sekedar untuk bisa bertahan hidup bersama anak dan isterinya.
Apakah seperti itu implementasi dari :
- sila Kemanusiaan yang adil dan beradab dan;
- sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
INVESTASI memang penting, tapi jangan sampai mengorbankan kepentingan nasional, apalagi berpotensi mengancam kedaulatan negara dan bangsa. Kolonialisasi jilid 1 yang memakan waktu 3,5 abad cukup membuat bangsa Indonesia harus hati-hati menyikapi model INVESTASI ala RRT/CINA Komunis.
Barangkali kita semua sudah terlalu lama hidup dalam gelimang dosa korupsi yang berkepanjangan.Untuk itu, kalau tidak ingin adanya KOLONIALISASI Jilid 2, mari kita semua, seluruh elemen anak bangsa, tanpa terkecuali, segera melakukan TAUBATAN NASUHA secara NASIONAL, dan kembali ke UUD 1945 secara murni, tulus dan iklas, sesuai dengan cita-cita luhur para pendiri bangsa.
INDONESIA RAYA, 17 Mei 2020
SUPARNO M JAMINl
Institute Transparansi Birokrasi dan Peradilan ( ITB-Per )
.
Petinggi negara tersebut memberi contoh bahwa RRT menguasai surat utang Amerika, yang nilainya kurang lebih US$ 1.15 Trilyun, apakan dengan sendirinya RRT atau Cina akan mencaplok Amerika? Sebuah pertanyaan yang selayaknya ditujukan pada murid TK, karena surat utang Amerika Serikat tidak berisi perjanjian investasi sebagaimana yang terjadi antara RRT/ Cina dengan Pemerintah Indonesia. Surat utang. Amerika Serikat kepada RRT/Cina hanya sebagai surat utang biasa. Sedangkan surat utang Indonesia ke RRT/CINA membawa agenda Belt and Road Initiative (BRI) RRT/CINA..
Lebih lanjut pejabat tinggi negara tersebut mengatakan bahwa ketika Arab berinvestasi di CINA 870 Triliyun, apakah pemerintah Arab akan mencaplok atau menjanjah RRT/Cina. Lagi-lagi muncul pertanyaan TK, bukankah Arab berinvestasi di RRT/CINA tidak membawa kepentingan ideologi dan politik, pure atau semata-mata bisnis.
Sangat berbeda dengan investasi RRT/CINA di Indonesia yang sarat dengan kepentingan ideologi dan politik. Jejak historisnya CINA punya ambisi untuk menguasai Indonesia, baik secara politik maupun ekonomi. Apalagi diinspirasi oleh fakta, yang mana penduduk Indonesia yang berasal dari etnis Cina, bisa dengan mudah, menguasai ekonomi, bisnis, keuangan dan kekayaan alam Indonesia, termasuk MEDIA sebagai alat propaganda yang sangat strategis.
Pertanyaan berikutnya dari Petinggi Negara yang sama, apakah Amerika Serikat berinvestasi 122 Triliyun ke Singapore, juga akan mencaplok Singapore. Sebuah pertanyaan yang sontoloyo, yang jawabannya tentunya sama dengan investasi Arab ke RRT/CINA.
Kemudian persoalan 252.000 orang Tenaga Kerja Indonesis ( TKI ), yang bekerja di Taiwan, apakah Indonesia akan menjajah Taiwan? Dari pertanyaan ini, seakan penanya tidak melihat fakta, bahwa TKA asal CINA ada intervensi negara. Sedangkan TKI yang bekerja diberbagai negara asing, semua merupakan inisiatif pribadi TKI, yang ingin merubah nasib, mencari nafkah di negeri orang. Sangat berbeda dengan TKA CINA ke Indonesia merupakan prasyarat persetujuan perjanjian investasi antara RRT/CINA dan Indonesia.
RRT/CINA bersedia berinvestasi di Indonesia dengan persyaratan berat, yaitu perusahaan yang akan didirikan di Indonesia wajib menggunakan material, teknologi dan tenaga kerja dari CINA. Tenaga lokal, hanya sekedar pemanis perjanjian investasi, karena ada yang mensyaratkan harus menggunakan bahasa mandarin.
Bahwa jumlah TKI yang bekerja di CINA 81.000, di Hongkong 153.000, di Macau 16.000, apakah rakyat CINA, Hongkong dan Macau merasa akan di jajah oleh Indonesia. Muncul lagi pertanyaan murid TK. Karena antara TKI Indonesia di luar negeri dengan TKA CINA di Indonesia posisinya sangat berbeda. TKI Indonesia mayoritas bekerja di sektor informal sementara TKA CINA di Indonesia bekerja di proyek strategis milik CINA di Indonesia yang berhaluan komunis. Dan tidak menutup kemungkinan akan berkolaborasi dengan penduduk yang ber-etnis CINA yang telah menguasai seluruh lini kehidupan di Indonesia.
Pejabat Tinggi Negara tersebut lebih lanjut mengatakan, TKA yang bekerja di Indonesia sebanyak 74.183 orang, yang berasal dari CINA sebanyak 21.271 disusul Jepang dan lain-lain. Angka sebesar itu saja sebagian dari kita sudah terkencing-kencing merasa dijajah oleh CINA. Pada hal jumlah riel yang tidak dipublish ( Tarmizi Yusuf ) sudah lebih dari 2 juta TKA asal CINA yang masuk Indonesia.
Ada pertanyaan yang sangat dungu ( istilah ROCKY GERUNG) yang dijawab sendiri oleh penanya, mengapa rakyat di tempat TKI bekerja tersebut bisa bernalar dengan benar, karena mereka bisa membedakan antara bisnis dengan kedaulatan negara". Pejabat tersebut harus melihat fakta, bahwa kehadiran TKI di negara mereka tidak mengganggu kedaulatan negaranya . Sedangkan TKA CINA membahayakan kedaulatan negara. Terbukti sering memalsukan dokumen atau KTP, menyelundupkan senjata api dan narkoba, dll.
Di samping itu, kehadiran TKA asal CINA merupakan program REZIM komunis Cina yang ditumpangkan dalam perjanjian investasi antara Indonesia dan CINA. Jikalau kehadiran TKA CINA ini tidak dikendalikan, maka akan merubah peta demografi Indonesia, yang akan mengancam stabilitas dan kedaulatan negara Indonesia. Karena jumlah penduduk Indonesia yang beretnis CINA telah mengalami trend kenaikan yang luar biasa. Berbeda dengan peta demografi di mana para TKI bekerja. Andaikata ada etnis melayu Indonesia di negara tempat para TKI bekerja, jumlahnya bisa dihitung dengan jari kelingking dan secara ekonomis tidak mempengaruhi tensi politik.
Inilah potret kehidupan sosial politik Indonesia yang sangat rentan, laksana hamparan rumput kering yang mudah terbakar bilamana ada pemicunya. Inilah yang seharusnya menjadi bahan perenungan para penyelenggara negara untuk mengambil kebijakan yang pro rakyat, bukan kebijakan yang pro pemilik modal hasil tipu-tipu dan suap, yang sering merampas dan mencampakkan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.Mulai dari pemberian HGU, HPH,HGB,HM, TAMBANG, termasuk Pulau Reklamasi, pendirian Bank Umum, REAL ESTATE / PROYEK MEIKARTA, dan lain-lain.
INTINYA, perekonomian Indonesia saat ini mulai dari hulu sampai hilir, mulai dari ibu kota negara sampai ke propinsi, kabupaten, kota, dan kecamatan, sudah berada di genggaman mereka.
Siapa yang harus bertanggungjawab, tentunya para pejabat di negeri ini, yang sebagian besar mentalnya seperti krupuk. Setelah rekeningnya digendutkan, atau setelah menerima berbagai upeti dalam bentuk lain, yg sulit dideteksi, kecuali oleh para malaikat, mereka rela negerinya dijarah, dan dipanggil dengan sebutan kacungpun diam.
Para penyelenggara negara dan penegak hukum yang seharusnya mengabdi kepada negara dan bangsa, ternyata banyak atau tidak sedikit yang mengabdi kepada konglotaipan, baik di pusat maupun di daerah. Ingat skandal BLBI yang mengguncang negeri ini, larinya para obligor, duet Jaksa Urip Tri Gunawan dan Ayien yang mengguncang para petinggi Gedung Bundar /Kejaksaan Agung, dan sidak fenomenal Wamenkum Deny Indrayana di LP Pondok Bambu, siapa yang dinobatkan oleh media sebagai ratunya LP Pondok Bambu, dialah si AYIEN.
Itu baru beberapa skandal suap dan korupsi yang nilainya trilyunan. Belum peristiwa Cicak Buaya jilid 1, jilid 2, Pulau Reklamasi, impor daging sapi, E-KTP, Harun Masiku, tersiramnya air keras Novel Baswedan , buku merah KPK, Jiwa Sraya, Kartu Prakerja, dan lain-lain yang sudah tak terhitung lagi.
Menyikapi pengelolaan negara yang seperti ini, para tokoh, pakar, pengamat, mantan menteri, telah menyalakan lampu merah, bahwa ada segelintir orang Indonesia, sekitar 1%, telah menguasai sekitar 70 % kekayaan Indonesia. Sementara warga pribumi sebagian besar hanya sebagai kuli atau buruh kasar, yang hanya sekedar untuk bisa bertahan hidup bersama anak dan isterinya.
Apakah seperti itu implementasi dari :
- sila Kemanusiaan yang adil dan beradab dan;
- sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
INVESTASI memang penting, tapi jangan sampai mengorbankan kepentingan nasional, apalagi berpotensi mengancam kedaulatan negara dan bangsa. Kolonialisasi jilid 1 yang memakan waktu 3,5 abad cukup membuat bangsa Indonesia harus hati-hati menyikapi model INVESTASI ala RRT/CINA Komunis.
Barangkali kita semua sudah terlalu lama hidup dalam gelimang dosa korupsi yang berkepanjangan.Untuk itu, kalau tidak ingin adanya KOLONIALISASI Jilid 2, mari kita semua, seluruh elemen anak bangsa, tanpa terkecuali, segera melakukan TAUBATAN NASUHA secara NASIONAL, dan kembali ke UUD 1945 secara murni, tulus dan iklas, sesuai dengan cita-cita luhur para pendiri bangsa.
INDONESIA RAYA, 17 Mei 2020
SUPARNO M JAMINl
Institute Transparansi Birokrasi dan Peradilan ( ITB-Per )
Awalnya Investasi Ujungnya Kolonialisasi
Reviewed by pdpm
on
Mei 17, 2020
Rating:
Tidak ada komentar