Renungan Malam Idul Fitri
Gema takbir berkumandang, tanda datangnya hari kemenagan umat islam. Hari Raya Idul Fitri 1440 H setelah sebulan melaksanakan ibadah puasa ramadhan. Suara pengeras masjid diseleuruh penjuru negeri ini saling sahut menyahut menyambut Hari Raya dengan takbir.
Selain kumandang suara takbir menyelimuti langit dan bumi, malam yang dinatikan oleh seluruh umat islam ini juga dihiasi dengan dentunan suara kembang api yang bervariasi. Mulai dari ukuran yang paling kecil sampai ukuran yang paling besar terdengar hampir setiap rumah menyalakan kembang api.
Terlepas dari perdebatan tentang budaya menyalakan kembang api di malam hari raya ini diperbolehkan atau tidak dalam ajaran Islam, tetapi yang ingin penulis sampaikan adalah dampak sosial ekonomi yang terjadi.
Pertama, dampak sosial yang terjadi adalah saling berlomba lomba menyalakan kembang api, sehingga tidak terlihat lagi kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. karena semuanya menyalakan kembang api tentunya sesuai kemampuan amsing masing.
Kedua, dampak ekonomi yang diakibatkan sangatlah besar dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Anggap saja harga rata rata kembang api kisaran Rp 50.000,- dikalikan jumlah konsumen satu Desa saja misalkan sekitar 500 KK dengan asumsi rata-rata tiap KK membeli 2 buah kembang api. Maka bisa kita hitung perputaran uang dalam waktu satu malam sebesar Rp 50.000.000,-/desa.
Jumlah diatas masih terhitung satu desa, padahal di Ponorogo sekitar 310 desa. Maka bisa kita simpulkan dampak ekonomi tersebut benar benar bisa dirasakan oleh para pedagang dan produsen kembang api.
Pertanyaannya, dimanakah posisi kita dalam menangkap peluang ekonomi ini, sebagai pelaku usaha atau konsumen yang menghabiskan uang untuk menyalakan kembang api dalam rangka mendapatkan kesenangan sekejap?
[ Kolom by : Abdul Rosid | pemudamu.com ]
Selain kumandang suara takbir menyelimuti langit dan bumi, malam yang dinatikan oleh seluruh umat islam ini juga dihiasi dengan dentunan suara kembang api yang bervariasi. Mulai dari ukuran yang paling kecil sampai ukuran yang paling besar terdengar hampir setiap rumah menyalakan kembang api.
Terlepas dari perdebatan tentang budaya menyalakan kembang api di malam hari raya ini diperbolehkan atau tidak dalam ajaran Islam, tetapi yang ingin penulis sampaikan adalah dampak sosial ekonomi yang terjadi.
Pertama, dampak sosial yang terjadi adalah saling berlomba lomba menyalakan kembang api, sehingga tidak terlihat lagi kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. karena semuanya menyalakan kembang api tentunya sesuai kemampuan amsing masing.
Kedua, dampak ekonomi yang diakibatkan sangatlah besar dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Anggap saja harga rata rata kembang api kisaran Rp 50.000,- dikalikan jumlah konsumen satu Desa saja misalkan sekitar 500 KK dengan asumsi rata-rata tiap KK membeli 2 buah kembang api. Maka bisa kita hitung perputaran uang dalam waktu satu malam sebesar Rp 50.000.000,-/desa.
Jumlah diatas masih terhitung satu desa, padahal di Ponorogo sekitar 310 desa. Maka bisa kita simpulkan dampak ekonomi tersebut benar benar bisa dirasakan oleh para pedagang dan produsen kembang api.
Pertanyaannya, dimanakah posisi kita dalam menangkap peluang ekonomi ini, sebagai pelaku usaha atau konsumen yang menghabiskan uang untuk menyalakan kembang api dalam rangka mendapatkan kesenangan sekejap?
[ Kolom by : Abdul Rosid | pemudamu.com ]
Renungan Malam Idul Fitri
Reviewed by pdpm
on
Juni 04, 2019
Rating:
Tidak ada komentar