Perjuangan Dan Media Massa, #2
Artikel sebelumnya : Perjuangan dan media massa #1
Sebagai akibat adanya pandangan yang mengatakan bahwa politik itu kotor, maka banyak umat islam yang bersikap masa bodoh terhadap persolan politik. Akibatnya kekuasaan politik jatuh ketangan petualang-petualang politik. Bahkan tidak menutup kemungkinan jatuh ke tangan para bromo corah politik. Kalau sudah seperti itu, akan sangat mengerikan. Korupsi akan meraja lela, hak asasi manusia akan terampas dan terhempas. Kehidupan demokrasi akan berakhir di tangannya.
Umat islam seharusnya belajar dari pengalaman pahit yang telah dirasakan selama berpuluh'puluh tahun dibawah rezim orde lama maupun orde baru. Ternukti selama 5 tahun terakhir pemerintahan orde lama, dan seperempat abad pemetintahan orde baru, umat islam tidak banyak berperan di panggung politik dan nyaris jadi penonton, dan sering mendapatkan stigma-stigma negatif, yang pada gilirannya hanya untuk mencerai-beraikan perjuangan umat islam.
Pada hal umat islam, selaku pemegang saham terbesar berdirinya NKRI ini, tapi nasibnya tragis, sering didzalimi dan dipinggirkan. Oleh karena itu umat islam harus banyak belajar dari sejarah kelam, berjuang melawan lupa. Sekali lagi " berjuang melawan lupa ", agar peristiwa pahit tidak menimpa lagi terhadap umat islam.
Dari berbagai pengalaman pahit tersebut, telah membukakan pintu kesadaran bahwa politik itu penting. Politik itu tidak kotor, yang kotor adalah hati dan pikiran para politisi yang hidupnya telah tersandera dan terpenjarakan oleh pragmatisme kehidupan. Kerjanya ongkang-ongkang mendulang uang. Buta dan tuli atas jeritan rakyat, pandangannya terhalang tumpukan uang.
Alhamdulillah, kesadaran politik umat islam, mulai bangkit seiring dengan berdirinya sebuah wadah organisasi cendekiawan muslim seluruh Indonesia, yaitu Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia atau yang disingkat dengan ICMI, yang lahir di Universitas Brawijaya Malang, yang pertama kalinya di pimpin oleh Prof.Dr.Ir.Eng.Baharudin Jusuf Habibie.
Ikatan Cendekiawan Muslim ini lahir beberapa saat setelah berbagai manuver politik Jendral L.B.Moerdani untuk menuju puncak kekuasaan gagal, karena tercium oleh Presiden Soeharto. Bertitik tolak dari itu, Presiden Soeharto, meskipun agak terlambat. mulai menyadari kesalahannya selama ini, kemudian segera membangun kohesivitas dengan kalangan umat islam, serta mengambil langkah-langkah strategis. Salah satunya Presiden Soeharto memberikan lampu hijau untuk berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ( ICMI ) sebagaimana tersebut di atas.
Selanjutnya beberapa posisi strategis ABRI pada waktu itu, mulai di isi oleh jendral muslim, antara lain setelah Jendral Tri Soetrisno naik jadi Wakil Presiden, Panglima ABRI dipercayakan kepada Jendral Faisal Tanjung, Kasad Jendral R.Hartono, dan seterusnya. Demikian pula dijajaran kabinet, yang selama ini pos-pos strategis dibidang EKUIN selalu diisi oleh non muslim mulai dari Radius Prawiro, JB Sumarlin, Andrianus Moy dan kawan-kawan, digantikan oleh para tokoh muslim, setidak-tidaknya dari kalangan muslim. Yang kemudian dikritik habis-habisan oleh lawan politiknya, melalui berbagai media miliknya. Salah satunya adalah majalah TEMPO dengan sebutan IJO ROYO-ROYO.
bersambung ke : Perjuangan dan media massa #3
bersambung ke : Perjuangan dan media massa #3
Perjuangan Dan Media Massa, #2
Reviewed by pdpm
on
Juni 01, 2018
Rating:
Tidak ada komentar