Terlena Dalam Diskusi Keilmuan dan Kajian 3M
Kita sebagai mahasiswa yang tak mau ketinggalan
dengan sebuah ke ilmuan yang ber update dengan berbagai suumber referensi buku-buku terkenal yang terbaru, tapi apakah sebuah nilai diskusi itu cukup hanya di
bicarakan ? tanpa ada penerapan di sebuah organisasi atau masyarakat ? tanpa ada
nya nilai produksi yang mempunyai nilai entah itu nilai akhlak atau nilai
ekonomi dalam nominal rupiah? Pemikiran-pemikiran yang produktif harus di
ciptakan di kalangan mahasiswa karena
setelah tidak menyandang mahasiswa atau terjun di masyarakat, ujung tombak
problematika itu adalah permasalah ekonomi, di mana pertumbuhan ekonomi itu bisa
di tingkat kan dengan memanfaat kan sumber daya alam yang belum di manfaatkan
secara maksimal.
Tugas
mahasiswa ialah sebagai pionir di tengah masyarakat untuk menggerakan, mengajak dan memperdayakan masyarakat (3M). Untuk meningkatkan sumber daya
alam kreatif atau biasa di sebut ekonomi kreatif yang meningkatkan nilai jual
sebuah barang agar di terima di pasar
tradisional maupun moderen. Jika seorang mahasiswa mampu melakukan tugas
tersebut dengan penuh keyakinan saya rasa untuk bersaing dalam ekonomi asean dan menempatkan indonesia di urutan utama tidak lah sulit.
Kreatif berhubungan dengan kegiatan manusia yang dilandasi oleh sikap mental yang selalu ingin menghasilkan ide-ide baru (diskusi kajian non formal ) yang didasari oleh konsep keindahan. Untuk
bisa menghasilkan ide baru dan mempunyai nilai keindahan, maka diperlukan mahasiswa yang mempunyai keahlian dan rasa keindahan yang melebihi kemampuan mahasiswa rata-rata. Jadi ekonomi kreatif adalah semua sistem yang berhubungan dengan kegiatan manusia dalam memproduksi, mendistribusikan, pertukaran atau perdagangan, dan mengkonsumsi benda dan jasa yang dilandasi oleh keahlian dan kreatifitas mahasiswa
Sengaja saya tempatkan kata nilai keindahan –yang tidak pernah disinggung dalam definisi yang ada, juga dalam wacana– karena semua produk kreatif dikonsumsi dengan pertimbangan unsur keindahan yang terdapat pada produk ekonomi kreatif tersebut selain nilai fungsionalnya.
Harapan dan Kenyataan
Optimisme terhadap industri kreatif bukanlah hal yang berlebihan, mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia mewarisi talenta kreatif yang bersifat turun-temurun. Kelebihan ini menjadi ciri khas hampir pada sebagian besar etnis di Indonesia. Demikian juga dengan program pemerintah dalam mendukung perkembangan sektor industri yang berbasis kreativitas manusia Indonesia tentulah sangat menggembirakan. Apalagi dengan ditempatkannya ekonomi kreatif menjadi bagian dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai bukti sambutan yang luar biasa dari pemerintah –kalau tidak bisa dibilang berlebihan– karena ekonomi kreatif dibedakan dan diberi tempat yang nampak istimewa dibanding dengan sektor-sektor industri lainnya. Oleh karena itu di sini peran mahasiswa sangat di butuhkan dalam peningkatan ekonomi kreatif.
Upaya pemerintah untuk mendukung ekonomi kreatif tentu tidak bisa dilepaskan dalam konteks perjalanan kebudayaan bangsa Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Indonesia terdiri dari etnis-etnis yang secara alamiah mempunyai talenta kesenian yang luar biasa. Akan tetapi tak boleh dilupakan bahwa sejak pemerintahan Orde Baru kebudayaan tidak mendapat perhatian dan pembinaan dengan baik. Bahkan setelah tahun 1965 secara sistematis kesenian tradisional dimatikan secara perlahan-lahan. Hampir semua kesenian diawasi ruang geraknya agar tidak menjadi alat politik praktis dari kelompok manapun kecuali politik pemerintah Orde Baru. Secara administratif seluruh kesenian tradisional di data dan diawasi, sedangkan biaya pendataan dibebankan kepada kelompok kesenian di daerah-daerah, padahal pemerintah tahu bahwa komunitas seni tradisional tidak mempunyai pendapatan. Artinya kebijaksanaan itu akan membunuh kesenian tradisional.
Catatan sejarah membuktikan bahwa pembangunan bangsa Indonesia tidak pernah menempatkan kebudayaan sebagai bagian penting. Kebudayaan telah dipolitisir menjadi alat untuk membungkam kegiatan kreatif yang tidak sejalan dengan kebijaksanaan politik pemerintah. Hal ini terus berlanjut hingga sekarang. Seluruh permasalahan sejarah kebudayaan masa lalu bukan hanya berhenti sebagai catatan merah bagi perjalanan bangsa Indonesia, tetapi juga mengakibatkan talenta masyarakat dalam kesenian ikut hancur. Akibat lain adalah pemerintah Orde Baru melahirkan generasi buta kebudayaan, generasi tak paham kebudayaan dan mereka saat ini telah menjadi bagian dari para pemimpin negara ini. Maka beberapa waktu yang lalu isu dicaploknya kesenian Indonesia seperti angklung, reog, batik dan lagu-lagu Indonesia oleh Malaysia adalah bukti nyata ketidak pahaman dan ketidak pedulian pemerintah terhadap kebudayaan Indonesia.
Akibat dari sejarah ini juga bisa kita lihat saat ini, diantaranya, ketidak pahaman pemerintah terhadap pengembangan kesenian di daerah-daerah. Hal ini bisa dilhat dari tidak berfungsinya lembaga kebudayan pemerintah seperti Taman Budaya di daerah-daerah. Tidak adanya pembinaan terhadap sentra-sentra kerajinan dan para pengrajin dengan baik. Tidak adanya lembaga pendidikan yang menyediakan jurusan Art Management, Art Marketing. Maka bisa dikatakan bahwa upaya pengembangan ekonomi kreatif ternyata tanpa pemahaman terhadap kesenian dan kebudayaan dengan baik, juga tanpa infrastruktur yang memadai,oleh karena itu harapan saya kepada mahasiswa yang berkemajuan mampu membantu masyarakat memberikan solusi dalam bahasan diskusi ke ilmuan atau kajian kerohanian untuk menciptakan kader yang pionir di tengah masalah masyarakat mewujudkan ekonomi kreatif dalam menghadapi MEA.
Ditulis oleh : Bangun Samudra, Mahasiswa UMPO
Terlena Dalam Diskusi Keilmuan dan Kajian 3M
Reviewed by pdpm
on
November 17, 2017
Rating:
Tidak ada komentar